Selasa, 19 April 2011

kejelasan kewenangan kecamatan


a.       Latar Belakang

Pelaksanaan otonomi daerah sangatlah memiliki dampak yang besar. Pemerintah memberikan keleluasaan dan pengembangan kreatifitas bagi pemimpin daerah untuk mengembangkan daerahnya, ini diwujudkan dengan adanya pelimpahan kewenangan yang diberikan  pada Pemerintahan daerah, baik itu pembagian urusan yang wajib ataupun berupa pilihan yang dibatasi jelas dengan dikeluarkannya PP no 38 tahun 2007, sehingga pembangunan daerah dapat disesuaikan dengan karakteristik masing-masing daerah.

Tujuan utama dari diberlakukannya otonomi daerah adalah agar pelayanan kepada masyarakat menjadi lebih nyata dan lebih dekat sehingga diharapkan masyarakat akan dapat lebih tersejahterakan dan terberdayakan karena semuanya telah dilimpahkan kepada pemerintah daerah dan tidak lagi diurusi oleh pusat, jadi kontrolnya pun akan jauh lebih efektif dan lebih dekat ketimbang dilakukan oleh pemerintah pusat.  Dan pelimpahan kewenangan ini diberikan mulai pada tingkat profinsi, kabupaten kota, serta kecamatan dan tak lupa pemerintahan Nagari sebagai pemerintahan terendah yang masing-masing kewenangan diatur dalam UU Otonomi daerah yaitu UU no 32 tahun 2004.

Kecamatan merupakan perangkat daerah yang dibentuk berdasarkan Perda.Sebagai perangkat daerah organisasi Kecamatan dipimpin oleh seorang Camat yang melaksanakan sebagian urusan otonomi daerah yang dilimpahkan Bupati dan tugas-tugas umum pemerintahan. Dalam pelaksanaan otonomi daerah organisasi Kecamatan menjadi ujung tombak pelayanan masyarakat, hal ini disebabkan Kecamatan menjadi penyambung kebijakan pemda dengan masyarakat luas. Fungsi-fungsi koordinatif dan pembinaan pada level desa dan kelurahan menjadi tanggung jawab Kecamatan. Oleh sebab itu pengembangan lembaga Kecamatan menjadi hal yang urgen untuk dilaksanakan. Kebijakan otonomi daerah merupakan suatu itikad baik pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dimana Kecamatan sebagai unsur perangkat daerah memiliki peran vital dalam keberhasilan otonomi daerah.

Namun yang menjadi pertanyaan adalah apakah fungsi dan peran kecamatan sudah cukup maksimal dalam mendukung pembangunan daerah? Apasaja permasalahan dan kendala yang dihadapi oleh kecamatan dalam menjalankan fungsinya di era otonomi daerah?


b.      Pembahasan

Untuk menjawab semua pertanyaan diatas, lebih dahulu kita merunut apa bagaimana peran dan fungsi kecamatan menurut Undang-Undang  yang pernah berlaku di Indonesia mulai dari UU no 5 tahun 1974, UU no 22 tahun 2009 sampai kemudian pada UU no 32 tahun 2004, sehingga kita dapat paham pergeseran peran kecamatan dan kemaksimalan fungsinya pada masa sekarang setelah berlakunya UU no 32 tahun 2004.  Menurut UU no 5 tahun 1974[1] dikatakan bahwa camat merupakan kepala wilayah dari kecamatan, dimana kepala wilayah sebagai wakil pemerintah adalah penguasa tunggal dibidang pemerintahan dalam wilayahnya dalam artian memimpin pemerintahan, mengkoordinasikan pembangunan masyarakat disegala bidang. Wewenang dan tugas camat sebagai kepala wilayah kecamatan adalah sama dengan wewenang kepala wilayah lainnya seperti Bupati, Walikota, Gubernur, Walikotamadya. Tugas dan wewenang Camat selaku kepala wilayah dr kecamatan adalah
1.      Membina ketentraman dan ketertiban diwilayahnya sesuai dengan apa yang telah ditetapkan pemerintah
2.      Melaksanakan segala usaha dan kegiatan dibidang pembinaan idiologi, Negara dan politik dalam negeri sesuai dengan apa yang telah ditetapkan pemerintah
3.      Melaksanakan koordinasi atas kegiatan-kegiatan instansi vertical dan dinas daerah baik dalam perencanaan maupun pelaksanaan untuk mencapai dayaguna yang sebesar-besarnya
4.      Membimbing dan mengawasi penyelenggaraan pemerintahan daerah
5.      Mengusahakan agar peraturan perundang-undangan dan peraturan daerah dapat terlaksana dan dijalankan oleh instansi daerah serta melakukan tindakan yang dianggap perlu sehingga hal tersebut dapat terlaksana dengan lancer
6.      Melaksanakan segala tugas emerntahan yang diberikan kepadanya
7.      Melaksanakan segala tugas pemerintahan yang tidak termasu dalam tugas instansi lainnya.

Dari kewenangan yang dinyatakan dalam UU diatas, jelas terlihat bahwa camat selaku kepala wilayah , wakil pemerintah pusat dan pemimpin tunggal diwilayahnya. Selain itu kecamatan juga dapat mengaambil tindakan yang digunakan untuk kelancaran pemerintahan, sehingga terlihat bahwa camat memiliki posisi yang sangat kuat.

Pada era UU no 22 tahun 1999 dan UU no 32 tahun 2004 dijelaskan bahwa camat, posisinya tidak lagi sebagai kepala wilayah melainkan perangkat daerah. Dimana dalam UU no 32 tahun 2004[2] dijelaskan bahwa perangkat daerah kabupaten dan kota terdiri dari secretariat daerah, secretariat DPRD, dinas daerah, lembaga teknis daerah, kecamatan, dan kelurahan. Jadi posisi camat secara hokum sama dengan posisi kepala dinas. Dan camat merupakan perpanjangtanganan dari Bupati. Lebih lanjut tugas dan wewenang camat di ungkapkan dalam pasal 126 (2) dimana camat dalam pelaksanaan tugasnya mendapatkan pelimpahan dari Bupati dan Walikota untuk menangani sebagian urusan otonomi daerah, sementara itu pada ayat (3) dijelaskan juga tugas umum pemerintahan yang dilakukan oleh kecamatan, tugas tersebut antara lain :
1.      Mengkoordinasikan kegiatan pemberdayaan masyarakat
2.      Mengkoordinasikan upaya penyelenggaraan ketertiban dan ketentraman umum
3.      Mengkoordinasikan penerapan dan penegakan peraturan perundang-undangan
4.      Mengkoordinasikan pemeliharaan prasarana dan fasilitas pelayanan umum
5.      Mengkoordinasikan penyelenggaraan pemerintahan ditingkat kecamatan
6.      Membina penyelenggaraan pemeirntahan desa dan kelurahan
7.      Melaksanakan pelayanan masyarakat yang belum menjadi tugas desa taupun kelurahan.
              Tugas yang diembankan kepada kecamatan menurut UU no 32 tahun 2004 ini sangat berat dijalankan oleh kecamatan, hal ini mengingat bahwa kedudukan desa pada era otonomi daerah tidaklah berada dibawah kecamatan lagi, melainkan berdiri sendiris ebagai daerah otonom yang berada dibawah Bupat, dan mereka pun tidak bertanggung jawab kepada kelurahan melainkan langsung pada Bupati. Jadi untuk merealisasikan pelaksanaan undang-undang ini, perlu keputusan yang tegas dari pemerintah daerah agar kewenangan ini dapat terlaksana dengan baik dan kecamatan dapat pula menerima ketegasan Diamana posisi mereka sebenarnya dalam penyelenggaraan pemerintah daerah. Mengkaji mengenai maksimalisasi fungsi camat diera otonimi daerah sebenarnya tergantung pada  egoitas masing- masing sector pemerintahan. Bila bupati atau Walikota sungguh- sungguh memberikan sebagian kewenangannya kepada kecamatan maka maksimalisasi fungsi kecamatan akan dapat terlaksana dan fungsi pelayanan kepada masyarakatpun akan dapat dilaksanakan karena adanya rentang pelayanan yang pendek sehingga pelayanan cepat diterima oleh masyarakat.
             
              Melihat fungsi yang telah dipaparkan oleh undang-undang dan melihat realita dilapangan bahwa  pelaksanaan fungsi dan wewenang kecamatan t        ernyata memiliki cukup banyak kendala antara lain :
1.      Kurang jelasnya fungsi kecamatan dalam penyelenggaraan pemerintahan
2.      Kurangnya ruang gerak bagi kecamatan untuk bertindak dan memberikan pembinaan kepada kepala desa akibat berlakunya otonom desa
3.      Desa merasa tidak memerlukan kecamatan karena desa memiliki atasan langsung Bupati.
4.      Kurangnya sosialisasi fungsi lain kecamatan yaitu sebagai Pembina dan pembimbing Desa ataupun kelurahan.
5.      Adanya egoistis Bupati atau Walikota sehingga tidak memberikan secara utuh sebagian wewenangnya kepada kecamatan.









DAFTAR PUSTAKA

Undang-Undang  no 5 tahun 1974
Undang-Undang  no 22 tahun 1999
Undang-Undang  no 32 tahun 2004


[1] Undang-Undang no 5 tahun 1974
[2]  Undang-Undnag no 32 tahun 2004